Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Konten [Tampil]
Pembelajaran kontekstual

Model pembelajaran kontekstual atau disebut juga model CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah model pembelajaran yang lahir dari sebuah reaksi ketidakpuasan terhadap praktik pembelajaran yang dinilai kurang memperhatikan konteks. Beberapa pendapat terkait dengan pembelajaran kontekstual, yaitu: 
  • Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata, sehingga siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari (Mulyasa, 2006)
  • CTL adalah suatu konsep pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata (Sanjaya, 2006)
  • CTL adalah konsep belajar dari guru yang menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Nurhadi, 2003)
  • Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dan aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi (Johnson, 2002)
  • Strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengkaitkan materi tersebut terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya (Majid, 2015)
Menurut Prawiradilaga, dkk (2014) bawa pembelajaran yang kontekstual mengandung makna bahwa kegiatan pembelajaran mempertimbangkan semua unsur yang terkait yang mempengaruhi proses belajar anak. pembelajaran kontekstual bukan hanya memperhatikan aplikasi tetapi juga pemanfaatan segala sumber daya yang ada dalam konteks untuk mendukung belajar. 

Karakteristik Pembelajaran Kontekstual 

Majid (2015: 230) menyebutkan bahwa pembelajaran kontekstual atau CTL memiliki karakteristik, antara lain: kerja sama; saling menunjang; menyenangkan, tidak membosankan; belajar dengan bergairah; pembelajaran terintegrasi; menggunakan berbagai sumber; siswa aktif; sharing dengan teman; siswa kritis dan guru kreatif; dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain; laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain. Johnson (2002) dalam Prawiradilaga (2014) menyebutkan bahwa pembelajaran kontekstual secara sejalan dengan 3 prinsip ilmiah tentang proses di alam, yaitu prinsip saling ketergantungan (interdependence), prinsip diferensiasi (differentiation) dan prinsip kemandirian (self-organization).
  1. Prinsip ketergantungan ini berkaitan dengan sekolah dan pembelajaran yang dipandang sebagai sebuah sistem yang saling berhubungan dengan berbagai komponen. Kerjasama adalah kunci utama untuk mendukung semua komponen yang terlibat.
  2. Prinsip diferensiasi berkaitan dengan pembelajaran hendaknya juga memperhatikan dan menghargai perbedaan, keragaman, kreativitas dan sesuatu yang unik dan khas. perbedaan-perbedaan ini tidak harus dipandang sebagai sesuatu yang harus dihilangkan tetapi hendaknya diberi kesempatan untuk tetap berkembang dan saling melengkapi.
  3. Prinsip kemandirian berkaitan dengan kebebasan untuk siswa mengeksplorasi dan dan mendorong rasa ingin tahunya sehingga dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi kemandirian yang dimiliki. hal ini hendaknya bisa membuat siswa menemukan jati dirinya.
Tabel 1. Sintak Pembelajaran Kontekstual

Sintaks Pembelajaran Kontekstual

Adapun langkah-langkah untuk melakukan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning yang dapat dipraktikkan oleh guru di sekolah, antara lain: 
  1. Konstruktivisme (Constructivism)
    CTL berangkat dari asumsi bahwa siswa membangun pemahamannya sendiri berdasarkan pengalaman. Pembelajaran berbasis konstruktivisme mendorong siswa untuk aktif membangun konsep dan ide melalui interaksi dengan lingkungan dan teman-temannya. Guru memberikan situasi kontekstual, kemudian membimbing siswa untuk menemukan solusi atau memahami konsep secara mandiri. Guru membuka pembelajaran dengan situasi atau permasalahan yang familiar bagi siswa, seperti masalah di lingkungan rumah atau sekolah. Misalnya, untuk konsep "rasio satuan", guru dapat memulai dengan situasi yang sering dialami siswa, seperti membandingkan jumlah mainan atau pensil. Hal ini mendorong siswa untuk berpikir dan membangun konsep dengan dasar pengalaman mereka.
  2. Menemukan (Inquiry)
    Inquiry adalah proses menemukan atau mengeksplorasi sesuatu. Dalam konteks CTL, siswa didorong untuk menggali pengetahuan dengan bertanya, mencoba, dan mencari informasi secara mandiri. Guru memberikan situasi atau masalah kontekstual dan mengajak siswa untuk mencari jawaban melalui proses eksperimen atau observasi. Siswa diajak untuk mengeksplorasi, bertanya, dan mengamati situasi di sekitar mereka. Guru bisa memberikan tugas observasi sederhana yang bisa dilakukan di rumah atau sekolah. Misalnya, siswa diminta mencari tahu berapa banyak botol air yang bisa ditampung dalam ember dengan ukuran tertentu. Langkah ini memberi siswa kesempatan untuk memahami konsep melalui proses penemuan mandiri.
  3. Bertanya (Questioning)
    Strategi bertanya membantu mendorong pemikiran kritis dan menguatkan konsep yang dipelajari. Dalam CTL, baik guru maupun siswa aktif bertanya untuk mengeksplorasi materi lebih dalam. Pertanyaan yang diberikan biasanya bertujuan untuk mendorong siswa berpikir, menantang pemahaman, dan mengarahkan mereka pada kesimpulan atau pengetahuan baru. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang rasa ingin tahu dan kritis siswa. Misalnya, “Mengapa kita membutuhkan perbandingan?” atau “Bagaimana cara menentukan perbandingan jumlah antara dua benda?”. Siswa juga diberi ruang untuk bertanya sehingga mereka bisa mengembangkan pemahaman lebih dalam tentang topik yang dipelajari.
  4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
    Pembelajaran dengan CTL menekankan pentingnya kolaborasi. Siswa belajar dalam kelompok atau komunitas, berbagi ide, mendiskusikan solusi, dan saling membantu dalam memahami materi. Guru berperan sebagai fasilitator yang membantu menjaga dinamika pembelajaran dan interaksi antar siswa. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil agar mereka bisa saling berdiskusi dan berbagi pengetahuan atau pengalaman. Dalam konteks SD, kegiatan kelompok bisa berupa permainan yang melibatkan konsep rasio atau perbandingan. Dengan berdiskusi dalam kelompok, siswa belajar dari teman-temannya dan menemukan cara-cara berbeda untuk menyelesaikan masalah.
  5. Pemodelan (Modelling)
    Dalam CTL, guru memberikan contoh atau model nyata untuk membantu siswa memahami materi dengan lebih baik. Guru bisa menggunakan peraga atau simulasi praktis sebagai model pembelajaran. Contoh langsung yang diberikan guru membuat siswa lebih mudah memahami dan meniru keterampilan atau konsep yang diajarkan. Guru memberikan contoh nyata yang sesuai dengan level pemahaman siswa SD. Misalnya, guru bisa memperagakan rasio dengan menggunakan balok atau benda-benda lain yang sering digunakan siswa. Dengan model visual ini, siswa bisa lebih mudah mengerti bagaimana rasio bekerja dalam kehidupan sehari-hari.
  6. Refleksi (Reflection)
    Sesi refleksi memungkinkan siswa merenungkan kembali apa yang telah dipelajari dan bagaimana mereka memahami konsep tersebut. Guru mendorong siswa untuk memikirkan kembali aktivitas yang sudah dilakukan, lalu menuliskan atau mendiskusikan hal-hal penting yang dipelajari dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Pada akhir kegiatan, siswa diajak untuk merenungkan kembali apa yang mereka pelajari. Guru bisa memimpin diskusi kecil di mana siswa bisa menjelaskan kembali pemahaman mereka, menuliskan kesan tentang kegiatan yang dilakukan, atau menggambarkan situasi yang menurut mereka sesuai dengan konsep yang dipelajari. Refleksi membantu siswa menginternalisasi pengetahuan.
  7. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
    Dalam CTL, penilaian bukan hanya berfokus pada hasil akhir tetapi juga pada proses belajar. Penilaian dilakukan secara langsung melalui aktivitas nyata yang melibatkan keterampilan dan pengetahuan siswa dalam memecahkan masalah. Guru memberikan penilaian berdasarkan proses dan hasil yang dicapai siswa. Untuk SD, penilaian ini bisa dilakukan melalui pengamatan selama kegiatan, tugas individu atau kelompok, serta hasil refleksi siswa. Penilaian otentik ini membantu guru memahami sejauh mana siswa telah memahami konsep, baik secara individu maupun dalam konteks kehidupan nyata.

Referensi

  1. Prawiradilaga, D. S., dkk (2014). Pembaharuan dalam Pembelajaran Biologi. Banten: Penerbit Universitas Terbuka.
  2. Majid, A. (2015). Strategi Pembelajaran. Bogor: Rosda Karya.
  3. Nurdyansyah & E. F. Fahyuni (2016). Inovasi Model Pembelajaran Sesuai Kurikulum 2013. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.
  4. Afandi, M., E. Chamalah & O. P. Wardani (2013). Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah. Semarang: UNISSULA Press. 
Dewanto, S.Pd.
Dewanto, S.Pd. Pembelajar & Pengajar MIPA
Print Friendly and PDF

Post a Comment for "Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)"